Dharmasraya, Mediainvestigasi.net- Suasana politik di Dharmasraya semakin memanas menjelang Pilkada serentak 2024, terutama setelah seruan “Jangan Pilih Kotak Kosong, Tapi Isi Kotak Kosong!” menjadi viral di media sosial dan masyarakat setempat. Seruan ini muncul setelah KPU Dharmasraya mengumumkan pada konferensi persnya tanggal 29 Agustus lalu, bahwa hanya ada satu pasangan bakal calon yang mendaftar untuk Pilkada tahun ini, suatu fenomena yang jarang terjadi dan memicu berbagai reaksi publik.
Pasangan Anisa Suci Ramadani dan Leli Arni, yang populer dengan akronim “Asli”, menjadi satu-satunya calon yang bertarung dalam Pilkada 2024. Mereka diusung oleh sepuluh partai politik besar di Dharmasraya, menandakan kekuatan politik yang luar biasa. Namun, kekuatan inilah yang justru menuai kritik tajam dari berbagai kalangan.
Keputusan KPU Dharmasraya untuk memperpanjang masa pendaftaran calon dari 2 hingga 4 September 2024 menjadi langkah antisipatif untuk mengakomodasi calon lain yang mungkin ingin mendaftar. Namun, hingga saat ini, belum ada tanda-tanda munculnya pasangan calon baru. Situasi ini menimbulkan perdebatan sengit tentang kualitas demokrasi di Dharmasraya.
Seruan “Jangan Pilih Kotak Kosong, Tapi Isi Kotak Kosong!” bukan sekadar kata-kata kosong. Di balik viralnya slogan ini, terdapat keresahan mendalam dari sebagian masyarakat Dharmasraya. Banyak yang menganggap langkah pasangan Asli, yang berhasil mendapatkan dukungan dari sepuluh partai politik sekaligus, sebagai tindakan yang mencederai prinsip demokrasi. Bagi mereka, dominasi satu pasangan calon tanpa adanya kompetisi dianggap merampas hak pilih dan kesempatan bagi kandidat lain untuk berkompetisi secara sehat.
Sejumlah tokoh masyarakat mengungkapkan bahwa situasi ini tidak hanya mengerdilkan semangat demokrasi, tetapi juga menghilangkan pilihan alternatif bagi pemilih. “Demokrasi seharusnya memberikan ruang bagi semua pihak untuk bersaing secara adil. Jika hanya ada satu calon, bagaimana kita bisa berbicara tentang pilihan?” ungkap salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.
Sebagian masyarakat, terutama kalangan muda, justru menjadikan seruan ini sebagai bentuk protes kreatif. Mereka menggambarkan kotak kosong sebagai simbol perlawanan terhadap praktik politik yang dianggap tidak demokratis. Kampanye ini menjadi bentuk ekspresi ketidakpuasan yang semakin meluas di berbagai kalangan.
Namun, di sisi lain, ada juga pendukung setia pasangan Asli yang melihat ini sebagai bukti kuatnya dukungan dan kepercayaan masyarakat terhadap mereka. “Kalau sepuluh partai besar sepakat mendukung satu pasangan calon, itu artinya pasangan ini memang paling layak dan diakui kompetensinya. Kenapa harus dipermasalahkan?” ujar seorang pendukung setia Asli.
Dengan situasi yang memanas ini, Pilkada Dharmasraya 2024 tidak lagi sekadar kontestasi politik biasa. Ini menjadi ajang ujian bagi demokrasi lokal, di mana pilihan masyarakat akan menentukan apakah kotak kosong benar-benar akan menjadi pilihan protes atau sekadar simbol tanpa makna. Satu hal yang pasti, Pilkada kali ini akan menjadi sejarah penting bagi Dharmasraya, di mana setiap suara akan sangat berarti dalam menegakkan prinsip-prinsip demokrasi yang sejati.
(Yan)