MEDIAINVESTIGASI.NET – Pengabdian dalam tugas yang bersifat sosial, kini tengah menjadi sebuah perbedaan pandangan di masyarakat, bahkan oleh para ketua Rukun Tetangga (RT) maupun Rukun Warga (RW).
Uang operasional RT sebesar 2 juta dan RW 2.5 juta, diterima setiap bulannya yang dianggap gaji, masih menimbulkan keraguan banyak pihak.
Menanggapi hal tersebut, Dr. Azas Tigor Nainggolan, S.H., MSI., M.H., sebagai tokoh Betawi, dan sejarawan, Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) menekankan pihak terkait agar mensosialisasikan peruntukkan uang yang diterima oleh ketua RT dan RW.
“Di situ kan sudah ada Perda (Peraturan Daerah-red) untuk uang operasional RT dan RW. Tapi menurut saya kurang disosialisasikan ke masyarakat, sehingga banyak salah penafsiran,” ucapnya kepada MEDIA INVESTIGASI, Minggu (9/2)
Azas Tigor juga menekankan perlunya sosok seorang Lurah untuk menjelaskan peruntukkan uang tersebut agar setiap ketua RT atau RW tahu fungsi sebenarnya uang itu. Agar masyarakat juga tahu tugas RT juga RW adalah bentuk pengabdian dan bersifat sosial yang perlu mendapat dukungan.
Hal tersebut disampaikan agar Pergub Nomor 1674 Tahun 2018 dan Pergub DKI Jakarta Nomor 587 Tahun 2022 yang mengatur tentang pemberian uang penyelenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW bisa difahami seluruh masyarakat.
“Harusnya dijelaskan oleh para Lurah kepada RT dan RW, bahwa itu bukan gaji, itu uang operasional yang dikembalikan peruntukannya sebagai kemanfaatan masyarakat,” tegas pria yang juga dikenal sebagai Komisaris PT. LRT Jakarta sejak 31 Oktober 2022.
Azas Tigor juga telah mendengar bahwa di wilayah tertentu ada sejumlah uang operasional RT yang diberikan ke RW, PMI serta Baziz maupun uang lainnya. Terlepas untuk kepentingan apapun, memang seharusnya disertai alat bukti agar tidak menjadi delik.
“Ke depannya penggunaan dana operasional itu perlu di audit, agar tidak menjadi masalah. Karena ini untuk menunjang kinerja RT dan RW yang diberikan melalui dana operasional, bukan gaji,” pungkasnya.
Editor: Shendy Marwan