Proyek Irigasi Air Tanah Dangkal di Tabiang Tinggi Terbengkalai (Dok, Mediainvestigasi.net/Yanti).
Dharmasraya, Mediainvestigasi.net– Proyek pembangunan irigasi air tanah dangkal di Nagari Tabiang Tinggi, Kecamatan Pulau Punjung, menjadi sorotan warga. Anggaran senilai Rp 270 juta yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pada tahun 2021 kini dianggap mubazir, karena bangunan tersebut tidak lagi berfungsi sesuai peruntukannya.
Hal ini diungkapkan oleh Y, salah satu warga setempat, yang mempertanyakan asas manfaat proyek tersebut. Menurut Y, irigasi tersebut awalnya dibangun atas permintaan salah satu pemilik sawah dengan tujuan mengairi sekitar lima hektar lahan sawah yang sebelumnya bergantung pada curah hujan.
“Setelah proyek selesai, sawah milik pemohon justru dijual, dan pemilik baru mengalihfungsikan sawah tersebut menjadi kebun sawit. Kini, bangunan proyek tersebut hanya dijadikan kandang itik dan sebagian ditanami singkong oleh pemilik tanah,” jelas Y kepada media.
Pantauan di lapangan juga menunjukkan kondisi bangunan yang terbengkalai. Struktur irigasi yang seharusnya menjadi solusi kebutuhan air petani kini tak ubahnya monumen kegagalan program pemerintah daerah dalam mendukung sektor pertanian.
Rusak Mesin, Program Mandek.
Salah seorang warga Tabiang Tinggi lainnya, S, mengakui bahwa proyek tersebut sempat berfungsi pada awalnya. “Tahun 2021, proyek ini mulai dimanfaatkan warga. Selama sekitar 1,5 tahun, irigasi berhasil mengairi sekitar lima hektar sawah menggunakan mesin solar cell. Namun, setelah mesin tersebut rusak, irigasi ini tidak bisa digunakan lagi,” ujar S.
Menurutnya, kerusakan mesin yang menjadi tulang punggung operasional irigasi ini tidak mendapat perhatian pemerintah, sehingga manfaat yang diharapkan dari proyek tersebut hanya bertahan dalam waktu singkat.
Asal-Usul Proyek dan Realisasi Anggaran.
Proyek irigasi ini merupakan bagian dari kegiatan pembangunan prasarana pertanian yang dikelola Dinas Pertanian Kabupaten Dharmasraya melalui pola swakelola padat karya. Pelaksana proyek adalah Kelompok Tani Ranah Palam, dengan nilai kontrak sebesar Rp 270.750.000.
Namun, hasil akhir proyek ini menunjukkan lemahnya perencanaan, pengawasan, dan evaluasi dalam pelaksanaannya. Tidak hanya infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal, tetapi juga asas manfaat proyek yang kini dipertanyakan masyarakat.
Mubazirnya Uang Rakyat.
Kondisi ini memicu kekecewaan masyarakat atas pengelolaan anggaran oleh pemerintah daerah. Proyek yang seharusnya membantu petani meningkatkan hasil panen justru menjadi contoh nyata pemborosan uang rakyat.
“Mestinya pemerintah daerah, khususnya dinas terkait, memastikan keberlanjutan proyek ini. Jangan hanya selesai di bangun, lalu lepas tangan. Akhirnya uang yang dikeluarkan tidak ada manfaatnya,” tegas salah satu warga.
Kejadian ini menjadi sinyal bagi Pemerintah Kabupaten Dharmasraya untuk meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyek-proyek yang dibiayai uang rakyat. Ke depan, perencanaan dan pengelolaan proyek harus dilakukan dengan matang agar tidak ada lagi kasus serupa yang menodai kepercayaan masyarakat.
Editor: Yanti