Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Dok, Istimewa)
Jakarta, Mediainvestigasi.net – Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, keluhan masyarakat soal penerapan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 6 Tahun 2020 menjadi pemicu, terutama terkait sulitnya akses kunjungan kepada terdakwa serta ketidakpastian jadwal sidang yang dinilai jauh dari profesional.
Revisi Perma ini seharusnya membawa angin segar dengan mencabut beberapa pembatasan yang berlaku pada masa pandemi, termasuk soal kunjungan ke ruang tahanan pengadilan. Namun, realitanya berbeda. Warga merasa pengadilan justru semakin mempersulit akses dan menunjukkan layanan yang kurang optimal.
“Saya hanya ingin memberikan makanan dan minuman untuk anak saya yang sedang ditahan, tapi dipersulit. Aturannya seperti lebih ketat daripada Rutan Cipinang,” ungkap seorang ibu terdakwa dengan nada kecewa, Jumat (29/11).
Keluhan ini menggambarkan situasi memprihatinkan yang dialami keluarga terdakwa di PN Jakarta Timur, yang dinilai tidak sejalan dengan semangat revisi aturan tersebut.
Sidang Ngaret dan Ditunda Tanpa Pemberitahuan
Bukan hanya soal kunjungan, pelaksanaan sidang juga jadi keluhan utama. Ketidakdisiplinan jadwal membuat pengunjung merasa waktunya terbuang sia-sia. Salah satu pihak yang menghadiri perkara perdata berbagi pengalamannya.
“Sidang dijadwalkan pukul 10.00 WIB, tapi baru dimulai sore. Kadang malah ditunda tanpa pemberitahuan. PN Jakarta Utara lebih disiplin,” ujar seorang pria yang akrab dipanggil Pak AM.
Kondisi ini membuat PN Jakarta Timur dibandingkan dengan pengadilan lain di Jakarta yang dinilai lebih teratur. Tidak heran jika masyarakat mulai mempertanyakan komitmen institusi ini dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.
Humas PN Jakarta Timur: Aturan Masih Berlaku
Menanggapi kritik yang dilayangkan, Humas PN Jakarta Timur, Immanuel Tarigan, menjelaskan bahwa meskipun Perma Nomor 6 Tahun 2020 telah menggantikan Perma Nomor 5 Tahun 2020, beberapa pasal lama tetap berlaku. Salah satunya, Pasal 9 ayat 1 yang mengatur pembatasan kunjungan terdakwa.
“Pasal 9 ayat 1 dari Perma Nomor 5 Tahun 2020 masih berlaku karena tidak termasuk yang diubah dalam revisi Perma Nomor 6 Tahun 2020,” ujar Immanuel melalui pesan singkat.
Namun, penjelasan ini belum mampu meredakan kekecewaan masyarakat, yang menganggap implementasi aturan lebih sering membingungkan ketimbang mempermudah.
Harapan untuk Perubahan
Masyarakat dan pengamat hukum berharap PN Jakarta Timur segera melakukan evaluasi mendalam. Disiplin jadwal sidang, akses yang lebih manusiawi kepada terdakwa, serta pelayanan yang profesional harus menjadi prioritas.
“Institusi peradilan tidak hanya tentang aturan, tapi juga kepercayaan publik. Evaluasi menyeluruh harus segera dilakukan untuk mengembalikan kepercayaan itu,” kata seorang pengamat hukum yang tak ingin disebutkan namanya.
Jika perbaikan tidak segera dilakukan, PN Jakarta Timur berisiko semakin kehilangan legitimasi di mata masyarakat, yang menginginkan keadilan bukan hanya di atas kertas, tetapi juga dalam praktik nyata.
Editor : Shendy Marwan