BeritaDaerahPolitik

Silaturahmi Politik Anisa Suci Ramadani Dikritik, Posisi Duduk Bersama Tokoh Laki-laki Picu Kontroversi

1062
×

Silaturahmi Politik Anisa Suci Ramadani Dikritik, Posisi Duduk Bersama Tokoh Laki-laki Picu Kontroversi

Sebarkan artikel ini

Dharmasraya – Dalam acara silaturahmi politik yang berlangsung di kediaman Amrizal Dt Rajo Medan, Nagari Sungai Kambuik, Rabu malam (18/09), calon bupati Dharmasraya 2024, Anisa Suci Ramadani, menjadi pusat perhatian bukan hanya karena ambisinya dalam Pilkada mendatang, tetapi juga karena pilihan posisi duduknya yang mengundang kritik keras dari para tokoh adat.

Acara yang dimulai sekitar pukul 21.00 WIB ini bertujuan mempererat silaturahmi dan memperkenalkan Anisa lebih dekat kepada warga serta tokoh masyarakat. Namun, suasana menjadi tegang ketika Anisa memilih duduk bersila di ujung ruangan bersama para Datuak dan tokoh laki-laki. Meski didampingi oleh ayahnya, Marlon, tindakan ini dianggap melanggar etika adat Minangkabau yang memisahkan tempat duduk antara laki-laki dan perempuan dalam acara-acara formal.

Kritik Etika dari Datuak: ‘Indak Dibuek Urang Minang Mode Itu’

Salah satu Datuak yang diundang secara khusus dalam acara tersebut tidak bisa menyembunyikan kekesalannya. Kepada media ini, ia menegaskan pentingnya menghormati adat, terutama terkait posisi perempuan dalam acara masyarakat.

“Indak dibuek urang Minang mode itu, batino duduak dikelilingi bajantan di suatu acara masyarakat. Walaupun kami diundang, namun etika mustinyo tetap diterapkan. Posisi batino duduak tapisah jo jantan, marapek duduak ka tampek induak-induak, bukan di tengah-tengah kami laki-laki,” tegasnya, sambil memilih untuk tidak disebutkan namanya.

Menurut adat Minangkabau, posisi duduk dalam sebuah acara memiliki makna yang mendalam. Perempuan biasanya ditempatkan di area yang terpisah dari kaum laki-laki sebagai bentuk penghormatan dan menjaga kehormatan mereka. Ketidakpatuhan terhadap aturan ini, meskipun dalam konteks politik modern, tetap dianggap sebagai pelanggaran serius terhadap nilai-nilai budaya setempat.

Kehadiran Tokoh Adat dan Masyarakat.

Selain para Datuak, acara ini juga dihadiri oleh Alim Ulama, Cadiek Pandai, serta sejumlah tokoh masyarakat lainnya. Silaturahmi ini awalnya berjalan lancar hingga posisi duduk Anisa mencuri perhatian para tamu yang hadir. Kritik yang muncul tidak hanya menggambarkan betapa sensitifnya masyarakat terhadap pelestarian adat, tetapi juga menunjukkan bahwa kontestasi politik di Dharmasraya memiliki dimensi budaya yang kompleks.

Baca Juga :  Babinsa Berikan Arahan Evaluasi Kinerja Linmas & Latih PBB

Tantangan Anisa di Tengah Adat dan Politik.

Anisa Suci Ramadani, sebagai calon bupati muda yang visi misinya membawa perubahan, tampaknya dihadapkan pada tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara keinginan membangun Dharmasraya yang lebih maju dan tuntutan untuk tetap menghormati adat istiadat lokal. Meskipun kampanye politik modern sering kali melibatkan pendekatan baru, di wilayah seperti Dharmasraya, yang kental dengan adat Minangkabau, setiap langkah calon pemimpin sangat diperhatikan, terutama oleh para tokoh adat dan masyarakat tradisional.

Bagi Anisa, kritik ini bisa menjadi bahan pembelajaran penting tentang sensitivitas budaya di daerah yang ia harapkan akan dipimpinnya. Meskipun program-program pembangunannya mungkin menarik bagi pemilih, ia juga perlu menunjukkan penghormatan mendalam terhadap norma-norma sosial yang masih sangat dijunjung tinggi di daerah tersebut.

Masa Depan Kampanye Anisa : Perlu Sensitivitas Budaya.

Meski insiden ini mungkin dianggap kecil oleh sebagian pihak, dampaknya terhadap persepsi publik bisa signifikan, terutama di kalangan pemilih yang menghargai etika dan adat. Sebagai calon pemimpin, Anisa perlu memastikan bahwa setiap tindakannya sejalan dengan harapan masyarakat yang tidak hanya menginginkan perubahan, tetapi juga pemimpin yang menghormati akar budaya mereka.

Dalam kontestasi Pilkada 2024, Anisa akan membutuhkan lebih dari sekadar visi pembangunan. Sensitivitas budaya, terutama dalam konteks adat Minangkabau yang kuat, bisa menjadi salah satu kunci keberhasilannya. Bagaimana Anisa menanggapi kritik ini akan menentukan apakah dia dapat meraih dukungan penuh dari masyarakat Dharmasraya atau sebaliknya, menghadapi tantangan yang lebih besar di jalur politiknya.

(Yanti)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *