Gedung Pengadilan Negeri Dharmasraya (Dok, Istimewa)
Dharmasraya, Mediainvestigasi.net – Kasus salah tangkap kembali mencoreng wajah penegakan hukum. Ngateman (47), warga Jorong Pinang Makmur, Nagari Tabek, Kecamatan Timpeh, harus menelan pil pahit akibat kelalaian aparat.
Tim advokat, Sutan Syahrir Amga, SH, MH, dan Leonardo Haryo Agung Jatmiko, SH, kini menggugat Presiden RI, Polri, dan Kejaksaan di Pengadilan Negeri Dharmasraya. Gugatan ini didukung oleh Putusan Mahkamah Agung nomor 1456 K/Pid/2023.
Kronologi Salah Tangkap.
Semua bermula pada 2 April 2023. Saat itu, Ngateman sedang mencari ternak orang tuanya di kebun sawit (Timpeh). Merasa kehausan, ia meminta air dari sekelompok orang yang sedang berjudi dadu. Namun, momen tersebut menjadi awal penderitaannya.
Sebulan kemudian, pada 5 Mei 2023, Ngateman ditangkap polisi sebagai bagian dari pengembangan kasus perjudian yang melibatkan kelompok penjudi sebelumnya. Meski tidak terbukti terlibat, ia harus menjalani proses hukum yang panjang sebelum akhirnya dibebaskan oleh Pengadilan Negeri Dharmasraya.
Kerugian yang dideritanya tidak hanya material, tetapi juga imaterial. Penangkapan tanpa bukti kuat ini mencoreng nama baiknya, membuatnya kehilangan pekerjaan, dan memengaruhi keluarganya secara emosional.
Gugatan Rp 36 Juta untuk Keadilan.
Dalam sidang pra-peradilan kedua pada Senin, 18 November 2024, kuasa hukum Ngateman menuntut kompensasi sebesar Rp 36 juta. Sutan Syahrir menegaskan gugatan ini bertujuan menegakkan prinsip keadilan.
“Kami menuntut berdasarkan Pasal 27 ayat 1 UUD 1945, yang menjamin kesetaraan semua warga negara di mata hukum,” tegas Sutan. Ia juga meminta pertanggungjawaban dari institusi negara atas kesalahan fatal ini, termasuk Presiden sebagai kepala pemerintahan, Polri, dan Kejaksaan Negeri Dharmasraya.
Murni Demi Kemanusiaan.
Menariknya, kedua pengacara ini menegaskan bahwa mereka menangani kasus ini tanpa menerima bayaran.
“Ini murni panggilan kemanusiaan. Ngateman adalah korban nyata dari sistem yang gagal melindunginya. Kami ingin memastikan dia mendapatkan keadilan,” ungkap Sutan.
Mereka berharap kasus ini menjadi pengingat bagi aparat hukum untuk lebih cermat dalam menjalankan tugasnya. “Penegakan hukum seharusnya melindungi, bukan menciptakan korban baru,” tambahnya.
Harapan Publik: Jangan Ada Lagi Korban.
Kasus ini telah menyita perhatian luas masyarakat Dharmasraya. Publik mempertanyakan profesionalisme aparat dan mendesak agar kesalahan serupa tidak terulang.
Pengadilan Negeri Dharmasraya diharapkan memberikan putusan yang tidak hanya adil bagi Ngateman, tetapi juga menjadi preseden penting bagi penanganan kasus serupa.
Sidang pra-peradilan akan berlanjut dengan mendengarkan tanggapan tergugat. Sementara itu, harapan untuk keadilan terus digaungkan. Bagi Ngateman dan masyarakat yang mendukungnya, keadilan bukanlah sekadar retorika, tetapi hak yang harus ditegakkan.
Editor: Yanti