Gambar Ilustrasi intimidasi Wartawan (Dok, istimewa)
Dharmasraya, Mediainvestigasi.net– Kebebasan pers kembali mendapat ujian serius di Dharmasraya. Seorang wartawan diduga mendapat intimidasi verbal dari Tito Elfajar, warga Nagari Banai yang mengaku menjabat sebagai Ketua Pemuda sekaligus Niniek Mamak. Intimidasi ini muncul setelah wartawan memberitakan kondisi memprihatinkan jalan menuju Lubuk Labu dan Sungai Limau yang rusak parah, terutama saat musim hujan.
Melalui pesan WhatsApp, Tito Elfajar menyampaikan ketidaksukaannya terhadap pemberitaan yang mempertanyakan perhatian Bupati Dharmasraya, Sutan Riska, terkait kondisi jalan tersebut. Sikap Tito dianggap merepresentasikan tim sukses Sutan Riska yang tidak menerima kritik terhadap visi-misi “membangun dari pinggiran” yang kerap digaung-gaungkan.
Realita Buruk Infrastruktur Wilayah Pinggiran
Kondisi jalan ke Lubuk Labu dan Sungai Limau hanyalah satu dari sekian banyak masalah infrastruktur di wilayah pinggiran Dharmasraya. Berdasarkan data Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Dharmasraya, sekitar 30 persen wilayah pinggiran kabupaten ini mengalami kondisi serupa, dengan jalan yang tidak layak dan minim perhatian.
Plt Kepala Dinas PUPR Dharmasraya, Andar Atmaja, mengungkapkan bahwa usulan perbaikan jalan menuju Lubuk Labu dan Sungai Limau telah diajukan setiap tahun. Namun, keputusan akhir berada di tangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
“Kami di PUPR hanya pelaksana. Semua usulan pembangunan harus melalui Bappeda untuk disetujui sebagai prioritas. Jika belum terealisasi, berarti usulan tersebut belum masuk dalam daftar prioritas,” ujar Andar, Selasa (15/01).

Intimidasi, Ancaman bagi Kebebasan Pers
Tindakan intimidasi terhadap wartawan yang melaporkan fakta di lapangan jelas mencederai kebebasan pers, yang seharusnya menjadi pilar demokrasi. Wartawan memiliki tugas untuk menyampaikan informasi yang relevan dan objektif demi kepentingan publik, termasuk mengkritisi kebijakan yang belum menyentuh kebutuhan mendasar masyarakat.
Plt Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Dharmasraya, Yahya mengemukakan, bahwa salah satu tugas dari wartawan adalah memberikan informasi sesuai fakta dan data.
“Wartawan itu pilar ke empat demokrasi, salah satu tugasnya adalah melakukan kontrol sosial,” katanya.
Ia menegaskan, Pers sebagai pilar keempat demokrasi telah dijamin kemerdekaannya dan diakui keberadaannya oleh UUD 1945, sehingga perlindungan kerja-kerja jurnalistik digariskan dalam pasal 4 UU Pers yang menjamin hak kemerdekaan pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
“Jika ada intimidasi terhadap kebebasan pers dalam menjalankan tugasnya, maka jelas hal ini sudah melanggar hukum,” tegasnya.
Dalam pasal Pasal 18 ayat (1) UU Pers, jelas di bunyikan, dimana menghalangi wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik, dapat di pidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp.500 juta.
Kritik Adalah Masukan, Bukan Ancaman
Kondisi jalan Lubuk Labu dan Sungai Limau seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah, mengingat visinya untuk membangun dari pinggiran. Kritik yang muncul dari media justru harus dilihat sebagai masukan konstruktif, bukan ancaman.
Wartawan yang melaporkan fakta di lapangan tidak boleh menjadi sasaran intimidasi. Sebaliknya, tindakan seperti ini harus menjadi momentum untuk merefleksikan komitmen pemerintah dalam memenuhi janjinya terhadap masyarakat pinggiran.
Masyarakat berhak atas jalan yang layak dan kebijakan yang berpihak pada mereka. Di sisi lain, pers juga harus dilindungi untuk terus mengawal pembangunan yang transparan dan berkeadilan. Intimidasi semacam ini bukan hanya ancaman bagi wartawan, tetapi juga ancaman bagi demokrasi itu sendiri.
Editor: Yanti